Senin, 21 Juni 2010

BERSYUKUR DAN KETREMAN JIWA

Sering sekali saya mendengar kata SYUKUR, dalam berbagai dialek dan logat serta intonasi. Sewaktu saya kecil orang tua dan tetangga sering menceritakan apapun dari pengalamannya. Tak jarang dalam cerita sebagai basa-basi sebuah jagongan di kampung, dalam percakapan itu Pakdhe Noyo, dan Pakdhe Suto sering melontarkan kata-kata: Ya syukur ya mas......!!, disahut dengan Lik Midi: Wah syukur kamdulillah ya kang, putranya sudah bisa bekerja .................!!, Begitu juga Pakdhe Mitro: Wooo... Enggih Lik wis pokoknya Pakdhe Kamdi Niku pun bejane tumplak Blak, panene apik, sapine lemu-lemu, gek putrane yo lagi wae di tompo dadi Pegawai Kadaster (sekarang Badan Pertanahan Nasional).
Sepintas obralan di atas mengingatkan pada kita semua betapa banyak kata-kata syukur sering kita ucapkan, tetapi tak jarang pula dalam pengucapan itu tidak disertai makna, seperti dalam obrolan di atas, kata ”syukur” yang terlontar dalam pembicaraan itu adalah sekedar ”lips service”, dan penghangat suasana jagongan. Permasalahannya sekarang, bagaimana kata ”syukur” itu lebih bermakna?
Bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah merupakan salah satu kewajiban seluruh umat manusia. Seorang yang tidak pernah bersyukur kepada Allah, sebenarnya adalah orang-orang sombong yang pantas tidak pantas untuk mendapatkan kenikmatan-kenimkatan yang lebih. Karena berapa pun nikmat yang diberikan oleh Allah swt. selama seseorang tidak dapat merasakan dan menikmati serta mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah, tentunya tidak akan ada artinya.
Bersyukur merupakan perintah Allah kepada hamba-hambaNya untuk mengingat dan bersyukur atas nikmat-nikmatNya, seperti difirmankan oleh Allah swt dalam Al-Baqarah: 152) yang artinya:
“Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu.”[al-Baqarah:152]
Di ayat yang lain Allah swt menyatakan, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah.”[al-Baqarah:172]
.
Atas dasar itu, bersyukur atas nikmat Allah merupakan kewajiban seorang muslim. Namun, seorang muslim harus memahami bagaimana cara merefleksikan rasa syukur secara benar. Betapa banyak orang merefleksikan rasa syukurnya dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syukur itu sendiri.
Ajaran tentang syukur banyak ditulis dalam Hadist, diantaranya adalah sebagai berikut:
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa di pagi hari membaca doa: “Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya hari itu. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu sore, maka sungguh ia telah penuhi kewajiban bersyukurnya malam itu.” (HR Abu Dawud 4411)
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud 4411)
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR Abu Dawud 4411)
Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini atau dari salah satu makhlukMu, maka itu adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR An-Nasai 9835)
“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima sore ini atau dari salah satu makhlukMu, maka itu adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih”. (HR An-Nasai 9835)

Jelaslah, bahwa rasa syukur atas nikmat dan karunian yang telah diberikan oleh Allah swt, WAJIB bagi semua umat manusia. Rasa syukur yang sebenarnya dapat dilakukan dengan menjalankan Ibadah dan taat kepada Allah swt serta meninggalkan larangan-larangan Allah. Seorang yang selalu taat kepada Allah swt, menjalan seluruh aturan-aturanNya dan sunnah Nabinya pada hakekatnya ia adalah orang-orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah swt.
Allah swt telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa, orang-orang yang mau bersyukur atas nikmat yang diberikanNya sangatlah sedikit. Kebanyakan manusia ingkar terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Allah swt berfirman, artinya:
Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.”[Yunus:60]

Bersyukur merupakan rasa dan sikap yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari yang tidak timbul secara tiba-tiba, tidak instan dan tidak semudah membalik telapan tangan. Mengucap syukur memang sangat mudah, tetapi merasakan nikmat dan karunia Allah swt dalam segala macam bentuk sangatlah sulit manakala kita tidak senantiasa berlatih diri dengan keyakinan yang tinggi, bahwa segala sesuatu yang kita miliki, segala sesuatu yang ada pada kita, sesuatu yang ada di sekeliling kita adalah pemberian Allah swt, sebagai tanda kasih sayang Allah pada umatnya.
Dengan manyadari bahwa segala sesuatu adalah pemberian Allah, maka kita tidak akan merasa sombong, tidak merasa bangga apa yang telah dicapai, tetapi yang ada adalah rasa syukur, karena Allah telah mengabulkan apa yang diharapkan oleh manusia, dan memberi ridhlo atas usaha yang dikerjakan oleh manusia.
Rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah swt, berdampak pada pikiran yang tenang, karena dengan rasa syukur dengan sepenuh hati, kita yakin bahwa apa yang diberikan oleh Allah swt, adalah sesuatu yang terbaik buat kita, terlepas apakah yang diberikan oleh Allah itu besar atau kecil, banyak atau tidak, sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Kalaupun yang diberikan oleh Allah tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi bagi orang yang telah terbiasa bersyukur dalam hatinya akan mengatakan: ”barangkali Allah punya rencana yang lebih indah”, atau barangkali mengatakan: ”ya.. kita harus bersabar.. ” dan lain sebagainya. Tetapi bagi orang yang tidak terbiasa bersyukur yang muncul dalam benaknya adalah ketidak puasan dan menggerutu, yang justru hal itu membuat jiwa kita tidak tenang.

Pengikut